1. Pengertian
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian ulu hati (NN, 2004). Pendapat lain menyebutkan bahwa dispepsia adalah kelainan di dalam tubuh akibat reaksi tubuh terhadap keadaan sekeliling yang menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme yakni makanan di dalam saluran pencernaan, terutama menyerang usia produktif 30 - 50 tahun (NN, 2002). Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (1999:488) dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Ahli lain berpendapat bahwa dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 1995:153).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan kumpulan keluhan yang meliputi rasa nyeri pada ulu hati, perih, mual, rasa panas di dada , anoreksia, lekas kenyang, kembung, dan regurgitasi akibat gangguan sistem pencernaan.
2. Penyebab
Menurut Hadi (1995), penyebab dispepsia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik (dispepsia yang penyebabnya sudah pasti)
Jarang ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain sebagai berikut.
1). Dispepsia tukak (ulcus like dyspepsia)
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan (night pain)
2). Dispepsia tidak tukak
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada klien gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
3). Refluks gastroesofagus
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama setelah makan.
4). Penyakit saluran empedu
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung.
5). Karsinoma
a). Kanker esofagus
Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan penuh di perut, penurunan berat badan, anoreksia, adenopati servikal, dan cegukan setelah makan.
b). Kanker lambung
Yang paling umum adalah adenokarsinoma yaitu tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak nyaman pada epigastrik, tidak bisa makan„ dan perasaan kembung setelah makan.
c). Kanker pankreas
Gejala yang paling umum antara lain penurunan berat badan, ikterik, dan nyeri daerah punggung atau epigastrik.
d). Kanker hepar
Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin menyebar ke skapula kanan, penurunan berat badan, epigastrik terasa penuh, dan anoreksia.
6). Obat-obatan
Golongan Non Steroid Inflammatory Drugs (NSID) dengan keluhan berupa rasa. sakit atau tidak enak di daerah ulu hati, disertai mual dan muntah.
7). Pankreatitis
Keluhan berupa mendadak yang menjalar ke punggung, perut terasa makin tegang dan kencang.
8). Sindrom malabsorpsi
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus dan perut kembung.
9). Gangguan metabolisme
Sebagai contoh diabetes dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus, nausea, dan anoreksia.
b. Dispepsia fungsional (dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran cerna)
Penyebabnya antara lain :
1). Faktor asam lambung klien
Klien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam lambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
2). Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, clan vaskularisasi.
3). Gangguan motilitas
Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya : pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
Penyebab lain dispepsia antara lain sebagai berikut :
a. Menurut NN (2004)
1). Adanya kuman H. pylori
2). Gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
3). Makanan yang berlemak
4). Kopi, alkohol, rokok
b. Perubahan pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu lama (NN, 2002).
2. Patofisiologi
Menurut Soeparman dan Waspadji (1990 : 125) partofisiologi dispepsia adalah sebagai berikut :
Lambung menghasilkan asam pepsin lambung
Agresif terhadap mukosa lambung clan duodenum
Hipersekresi Faktor agresi meningkat Hiperasiditas
Menurunkan faktor resistensi
Tukak lambung
Gejala dispepsia
Lambung menghasilkan asam pepsin lambung yang sifatnya mencerna semua jaringan hidup termasuk mukosa lambung dan duodenum. Tetapi lambung dan duodenum dilindungi oleh barier epitel dari autodigesti. Karena pengaruh obat-obatan, alkohol atau garam empedu akan merusak sistem barier mukosa epitel sehingga menurunkan faktor resistensi. Stres, faktor psikis, lingkungan, clan obat-obatan seperti kafein juga akan berpengaruh pada sekresi asam
lambung. Peningkatan tersebut akan mencerna sistem barier mukosa epitel (autodigesti) sehingga menyebabkan tukak lambung lalu timbul gejala dispepsia. 4. Manifestasi Minis
a. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas (NN, 2004).
b. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setelah makan, mual, muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau regurgitasi asam lambung ke mulut (NN, 2002).
c. Menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, dan Setiowulan (1999 : 488), pembagian dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga
bulan, yaitu sebagai berikut.
1). Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati.
2). Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi.
3). Keluhan,dirasakan terutama berhubungan dengan adanya stress. 4).Berlangsung lama dan sering kambuh
5). Sering di,sertai ansietas dan depresi 4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari ulkus peptikum, yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan perforasi (Corwin, 2000 :526).
5. Pemeriksaan K1inis
Pemeriksaan klinis menurut Selamihardja (1997) adalah sebagai berikut. Untuk mengetahui adanya kuman H. pylori dapat dilakukan pemeriksaan melalui beberapa cara.
a. Pemeriksaan non invasif
Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan serologi (pemeriksaan serum darah; positif atau tidak). Hasil positif menunjukkan adanya infeksi oleh H. Pylori.
b. Pemeriksaan invasif
Berupa pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Campylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Selang 24 jam campuran tersebut akan menunjukkan hasil negatif dalam warna kuning dan hasil positif jika berwarna merah. Hasil positif menunjukan adanya kuman H. pylori.
c. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Kemudian cairan tersebut diperiksa menggunakan mikroskop. Jika penderita terinfeksi H. pylori maka pada mikroskop akan tampak kuman tersebut.
d. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tepi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon tersebut akan menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian pasien dapat menarik tali nilon secara perlahan keluar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali dites di laboratorium. Hasil positif terinfeksi akan ditunjukkan oleh adanya kumpulan kuman H. pylori pada sampel cairan perut.
Pemeriksaan klinis lain yang dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada organ-organ tubuh antara lain :
a. Endoskopi
Untuk mengetahui ada tidaknya luka di orofaring, warna mukosa menentukan ada tidaknya refluks esofagitis.
b. USG (Ultra Sonografi)
c. Bila diduga ada kelainan di pankreas, kelainan tiroid, dan tumor.
6. Terapi atau Pengobatan
Menurut Manan (2001) pengobatan yang diberikan pada penderita dispepsia adalah :
a. Suportif
Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai jenis makanan yang berpengaruh.
b. Medikamentosa
Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi keluhan pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat pompa proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan setengah dosis pada tahap berikutnya. Metode pengobatan terbaru menurut Genval (1999 : 18) yang dituliskan oleh Manan (2001) dalam artikelnya yang berjudul penyakit Refluks Gastroesofageal - Esofagitis Refluks Pengobatan Masa Kini yaitu pengobatan satu obat dengan cara step down, yang dianjurkan adalah pemakaian PPI (proton pump inhibitor), dengan cara dosis awal dua kali, dilanjutkan dengan empat minggu setengah dosis awal. PPI generasi pertama yaitu golongan omeprarol, hansoprazol, dan pantopra-r.ol, sedangkan PPI generasi kedua yaitu esomeprazol.
7. Pencegahan
a. Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabe, alkohol., dan pantang rokok, gunakan obat: secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung (NN, 2002)
b. Hindari makan bakmi berlebihan, khususnya dalam keadaan perut kosong karena air abu yang menguningkan bakmi sangat tajam bagi lambung (Manan, 1997).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
l. Pengkajian
Pengkajian menurut Tucker, dkk (1998:291) meliputi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Wawancara
Meliputi :
1). Penyakit atau kondisi yang menyertai
a). Karsinoma
b). Penyakit kardiovaskuler (hipertensi)
c). Alkoholisme
d). Gangguan endokrin
e). Luka bakar berat
f). Masalah psikologis
g). Penyalahgunaan obat
h). Kondisi neurologis
i). Epistaksis
2). Penyakit atau pembedahan sebelumnya
a). Penyakit inflamasi usus
b). Karsinoma
c). Pembedahan gastrointestinal
d). Hepatitis
e). Sirosis
fl. Pankreatitis
g). Diabetes melitus
3). Riwayat k:eluarga
a). Karsinoma
b). Penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal
c). Diabetes melitus
4). Riwayat Sosial
a). Alkollolik, penggunaan tembakau
b). Kebiasaan makan, menggunakan makanan adat
c). Tipe kepribadian : ketegangan, stres
d). Pandangan terhadap tugas kehidupan
5). Riwayat Pengobatan
a). Antasida
b). Laksatif, katartif
c). Antikolinergik
d). Steroid
e). Antidiare
f). Antiemetik
g). Tranquilizer
h). Sedatif
i). Antihipertensif
j). Barbiturat
k). Antibiotik
1).Asarn asetil salisilat .
m). Antagonis reseptor hidrogen
b. Observasi
Hal-hal yang perlu diobservasi meliputi :
1). Nyeri midsternal atau substernal, dapat menyebar ke pungung, leher, dan lengan
2). Ketidaknyamanan setelah makan
3). Sakit tenggorok
4). Regurgitasi
5). Penurunan berat badan
6). Disfagia
7). Hematemesis
8). Mual
c. Pemeriksaan fisik
1). Infeksi : didapatkan kesadaran composmentis
2). Palpasi : adanya nyeri tekan epigastrik
3). Perkusi : perut kembung
4). Auskultasi : bising usus tidak normal
a). Meningkat : j ika terdapat diare karena adanya peningkatan peristaltik usus
b). Menurun : j ika. terdapat konstipasi
d. Pemeriksaan penunjang Selamihardja, 1997)
Untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori
1). Pemeriksaan non invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan serologi. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi H. pylori.
2). Pemeriksaan invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Hasil positif ditunjukkan dalam warna merah yang menandakan adanya infeksi H. pylori.
3). Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Cairan tersebut diperiksa di laboratorium, jika mengandung kuman H..pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
4). Entero test Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tapi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon akan menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian tali nilon ditarik secara perlahan ke luar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali ditest di laboratorium, jika ditemukan adanya kuman H. pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
2. Pathway Keperawatan (Hadi, 1995)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Tucker,dkk,1998) antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastrik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan.
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang berlebih : diare.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. Kurang pen;getahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
f. Risiko infe;ksi pada rektum berhubungan dengan diare yang berkepanjangan.
4. Fokus Intervensi
Penyusunan fokus intervensi mengacu pada beberapa sumber yaitu Tucker, dkk (1998), Doenges (2000), danNANDA (2001).
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastrik
1). Tujuan : setelah tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang 19
2). Kriteria hasil :
a). Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
b). Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi
c). Raut,wajah rileks
d). Skala nyeri berkurang
3). Intervensi :
a). Kaji skala, letak, tipe, frekuensi, dan durasi nyeri
Rasional : nyeri hebat mendadak dapat menandakan perforasi lambung
b). Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi konstraksi otot
c). Berikan aktivitas yang menghibur
Rasional : untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri
d). Berikan posisi yang nyaman
Rasional : nyeri akan bertambah bila posisi tidak nyaman
e). Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : mengurangi ketegangan emosi klien
f). Kolaborasi medis pemberian analgetik dan antasid
Rasional : antasid akan menetralkan pH lamburig sehingga nyeri berkurang
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan
1). Tujuan dan kriteria hasil :
a). Klien dapat mentolelir diet tanpa rasa tidak nyaman
b). Posisi makan habis
2). Intervensi :
a). Kaji status nutrisi, diet, pola makan, makanan yang dapat menc;etuskan nyeri.
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya yang optimal dan terfokus
b). Awasi pemasukan diet
Rasional : untuk mengetahui keberhasilan tindakan
c). Berilcan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : dapat meningkatkan jumlah asupan
d). Sajikan makanan dalam kondisi hangat
Rasional : mengurangi rasa sebah
e). Anjurkan makan dalam posisi tegak
Rasional : posisi tegak akan melonggarkan kerongkongan dan lambung
fl. Berikan makanan berkalori tinggi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan kalori klien yang kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang lebih : diare
1). Tujuan :
a). Fungsi usus normal, bising usus normal
b). Tidak ada mual dan muntah
c). Freku.ensi buang air besar satu sampai dua kali sehari, konsistensi feses padat
2). Intervensi :
a). Awasi karakteristik, warna, konsistensi, frekuensi, dan jumlah feses.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
b). Auskultasi bunyi usus
Rasional : untuk mengetahui jumlah bising usus per menit
c). Awasi masukan dan keluaran cairan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
d). Anjurkan masukan cairan 2500 - 3000 ml per hari
Rasional : untuk mengurangi atau mengganti cairan yang hilang
e). Hindarkan makanan yang merangsang lambung
Rasional : untuk mengurangi resiko nyeri pada lambung
f). Kolaborasi medis terapi anti diare dan ahli gizi untuk diet tinggi kalori.
Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan :
a). Klien dapat mengekspresikan pemahaman tentang hubungan penyebab antara makanan tertentu dan rasa tidak nyaman
b). Adanya pemahaman diet
2). Intervensi :
a). Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasianal : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
b). Diskusikan tentang agen penyebati dan penyakitnya
Rasional : diharapkan klien mengetahui proses penyakitnya sehingga klien dapat berpartisipasi dengan baik dalam tindakan keperawatan dan pengobatan
c). Jelaslcan tanda dan gejala perforasi
Rasional : agar klien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya dan diharapkan dapat segera memeriksa diri jika gejala timbul sehingga komplikasi lainnya dapat dicegah
d). Jelaslkan mengenai kebutuhan nutrisi dan diet
Rasional : agar klien mengerti tentang kebutuhan tubuh akan gizi dan program diet dapat berjalan dengan baik
e). Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : kedekatan klien dengan keluarga membuat klien lebih percaya
e. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
1). Tujuan :
a). Pasien dapat mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya cairan bagi tubuh.
b). Pasien mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan.
2). Intervensi :
a). Kaji pengetahuan pasien tentang kebutuhan cairan tubuh
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
b). Jelask:an mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan tubuh setiap harinya
Rasional : diharapkan pasien mengetahui kebutuhan cairannya sehingga pasien pasien dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan.
c). Jelaskan tanda dan gejala kekurangan cairan
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya.
d). Jelaskan mengenai jenis-jenis makanan yang dapat menjadi sumber cairan.
f. Risiko infeksi pada rektum berhubungan dengan adanya diare yang berkepanjangan
1). Tujuan : infeksi pada rektum tidak terjadi
2). Kriteria hasil :
a). Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b). Tidak ada peningkatan kadar leukosit dalam darah
c). Tanda-tanda vital normal
3). Intervensi :
a). Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasio:nal : untuk mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
b). Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi
c). Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah anus
Rasional : untuk menurunkan risiko infeksi
d). Jelaskan mengenai tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini tanda dan gejala infeksi clan diharapkan dapat segera melaporkan pada perawat jika terdapat tanda clan gejala infeksi
e). Pertahankan masukan kalori clan protein dalam diet
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan energi dan mempertahan¬kan ketahanan tubuh
f). Kolaborasi medis pemberian obat anti diare
Rasional : untuk menghentikan diare sehingga infeksi pada rektum dapat dicegah
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Volume 2. Jakarta :EGC
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., dan Geissler, A.C. (1999). Rencana asuhan keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan asien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Gale, D. dan Charette, J. (1999). Rencana asuhan keperawatan onkologi. Jakarta : EGC
Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius
NANDA. (2001). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan klasifikasi 2001/2002. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2002. Yogyakarta
NN. (2001). Dispepsia, g_angguan lambung_ Terdapat pada http://www.minggupagi.com.( 9 Juli 2005 )
……. (2002). Sindrom dispepsia. Terdapat pada : http://www.ipteknet.com. (9 Ju1i2005)
……..(2004). Gastroesophageal refluks disease. Terdapat pada http://www.interna.or.id. (9 Juli 2005)
…….. (2004). An kg_a kejadian dispepsia. Terdapat pada : http://www.ina-ghic.or.id. (9 Juli 2005)
Selamihardja, Nanny. (1997). Keluhan sakit perut cian penyembuhannya. Terdapat pada : http://www.indomedia.com. (9 Juli 2005)
Soeparman dan Waspadji. (1990). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Tucker, S.M., Canobbio, M.M., Paquette, E.V., dan Wells, M.F. (1998). Standar perawatan Qasien : Proses keperawatan , diagnosis, dan evaluasi. Volume 2. Alih bahasa Yasmin.Asih. Jakarta: EGC
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian ulu hati (NN, 2004). Pendapat lain menyebutkan bahwa dispepsia adalah kelainan di dalam tubuh akibat reaksi tubuh terhadap keadaan sekeliling yang menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme yakni makanan di dalam saluran pencernaan, terutama menyerang usia produktif 30 - 50 tahun (NN, 2002). Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (1999:488) dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Ahli lain berpendapat bahwa dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 1995:153).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan kumpulan keluhan yang meliputi rasa nyeri pada ulu hati, perih, mual, rasa panas di dada , anoreksia, lekas kenyang, kembung, dan regurgitasi akibat gangguan sistem pencernaan.
2. Penyebab
Menurut Hadi (1995), penyebab dispepsia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
a. Dispepsia organik (dispepsia yang penyebabnya sudah pasti)
Jarang ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain sebagai berikut.
1). Dispepsia tukak (ulcus like dyspepsia)
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan (night pain)
2). Dispepsia tidak tukak
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada klien gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
3). Refluks gastroesofagus
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama setelah makan.
4). Penyakit saluran empedu
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung.
5). Karsinoma
a). Kanker esofagus
Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan penuh di perut, penurunan berat badan, anoreksia, adenopati servikal, dan cegukan setelah makan.
b). Kanker lambung
Yang paling umum adalah adenokarsinoma yaitu tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak nyaman pada epigastrik, tidak bisa makan„ dan perasaan kembung setelah makan.
c). Kanker pankreas
Gejala yang paling umum antara lain penurunan berat badan, ikterik, dan nyeri daerah punggung atau epigastrik.
d). Kanker hepar
Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin menyebar ke skapula kanan, penurunan berat badan, epigastrik terasa penuh, dan anoreksia.
6). Obat-obatan
Golongan Non Steroid Inflammatory Drugs (NSID) dengan keluhan berupa rasa. sakit atau tidak enak di daerah ulu hati, disertai mual dan muntah.
7). Pankreatitis
Keluhan berupa mendadak yang menjalar ke punggung, perut terasa makin tegang dan kencang.
8). Sindrom malabsorpsi
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus dan perut kembung.
9). Gangguan metabolisme
Sebagai contoh diabetes dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus, nausea, dan anoreksia.
b. Dispepsia fungsional (dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran cerna)
Penyebabnya antara lain :
1). Faktor asam lambung klien
Klien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam lambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
2). Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, clan vaskularisasi.
3). Gangguan motilitas
Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya : pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
Penyebab lain dispepsia antara lain sebagai berikut :
a. Menurut NN (2004)
1). Adanya kuman H. pylori
2). Gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
3). Makanan yang berlemak
4). Kopi, alkohol, rokok
b. Perubahan pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu lama (NN, 2002).
2. Patofisiologi
Menurut Soeparman dan Waspadji (1990 : 125) partofisiologi dispepsia adalah sebagai berikut :
Lambung menghasilkan asam pepsin lambung
Agresif terhadap mukosa lambung clan duodenum
Hipersekresi Faktor agresi meningkat Hiperasiditas
Menurunkan faktor resistensi
Tukak lambung
Gejala dispepsia
Lambung menghasilkan asam pepsin lambung yang sifatnya mencerna semua jaringan hidup termasuk mukosa lambung dan duodenum. Tetapi lambung dan duodenum dilindungi oleh barier epitel dari autodigesti. Karena pengaruh obat-obatan, alkohol atau garam empedu akan merusak sistem barier mukosa epitel sehingga menurunkan faktor resistensi. Stres, faktor psikis, lingkungan, clan obat-obatan seperti kafein juga akan berpengaruh pada sekresi asam
lambung. Peningkatan tersebut akan mencerna sistem barier mukosa epitel (autodigesti) sehingga menyebabkan tukak lambung lalu timbul gejala dispepsia. 4. Manifestasi Minis
a. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas (NN, 2004).
b. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setelah makan, mual, muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau regurgitasi asam lambung ke mulut (NN, 2002).
c. Menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, dan Setiowulan (1999 : 488), pembagian dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga
bulan, yaitu sebagai berikut.
1). Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati.
2). Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi.
3). Keluhan,dirasakan terutama berhubungan dengan adanya stress. 4).Berlangsung lama dan sering kambuh
5). Sering di,sertai ansietas dan depresi 4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari ulkus peptikum, yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan perforasi (Corwin, 2000 :526).
5. Pemeriksaan K1inis
Pemeriksaan klinis menurut Selamihardja (1997) adalah sebagai berikut. Untuk mengetahui adanya kuman H. pylori dapat dilakukan pemeriksaan melalui beberapa cara.
a. Pemeriksaan non invasif
Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan serologi (pemeriksaan serum darah; positif atau tidak). Hasil positif menunjukkan adanya infeksi oleh H. Pylori.
b. Pemeriksaan invasif
Berupa pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Campylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Selang 24 jam campuran tersebut akan menunjukkan hasil negatif dalam warna kuning dan hasil positif jika berwarna merah. Hasil positif menunjukan adanya kuman H. pylori.
c. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Kemudian cairan tersebut diperiksa menggunakan mikroskop. Jika penderita terinfeksi H. pylori maka pada mikroskop akan tampak kuman tersebut.
d. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tepi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon tersebut akan menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian pasien dapat menarik tali nilon secara perlahan keluar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali dites di laboratorium. Hasil positif terinfeksi akan ditunjukkan oleh adanya kumpulan kuman H. pylori pada sampel cairan perut.
Pemeriksaan klinis lain yang dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada organ-organ tubuh antara lain :
a. Endoskopi
Untuk mengetahui ada tidaknya luka di orofaring, warna mukosa menentukan ada tidaknya refluks esofagitis.
b. USG (Ultra Sonografi)
c. Bila diduga ada kelainan di pankreas, kelainan tiroid, dan tumor.
6. Terapi atau Pengobatan
Menurut Manan (2001) pengobatan yang diberikan pada penderita dispepsia adalah :
a. Suportif
Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai jenis makanan yang berpengaruh.
b. Medikamentosa
Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi keluhan pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat pompa proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan setengah dosis pada tahap berikutnya. Metode pengobatan terbaru menurut Genval (1999 : 18) yang dituliskan oleh Manan (2001) dalam artikelnya yang berjudul penyakit Refluks Gastroesofageal - Esofagitis Refluks Pengobatan Masa Kini yaitu pengobatan satu obat dengan cara step down, yang dianjurkan adalah pemakaian PPI (proton pump inhibitor), dengan cara dosis awal dua kali, dilanjutkan dengan empat minggu setengah dosis awal. PPI generasi pertama yaitu golongan omeprarol, hansoprazol, dan pantopra-r.ol, sedangkan PPI generasi kedua yaitu esomeprazol.
7. Pencegahan
a. Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabe, alkohol., dan pantang rokok, gunakan obat: secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung (NN, 2002)
b. Hindari makan bakmi berlebihan, khususnya dalam keadaan perut kosong karena air abu yang menguningkan bakmi sangat tajam bagi lambung (Manan, 1997).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
l. Pengkajian
Pengkajian menurut Tucker, dkk (1998:291) meliputi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Wawancara
Meliputi :
1). Penyakit atau kondisi yang menyertai
a). Karsinoma
b). Penyakit kardiovaskuler (hipertensi)
c). Alkoholisme
d). Gangguan endokrin
e). Luka bakar berat
f). Masalah psikologis
g). Penyalahgunaan obat
h). Kondisi neurologis
i). Epistaksis
2). Penyakit atau pembedahan sebelumnya
a). Penyakit inflamasi usus
b). Karsinoma
c). Pembedahan gastrointestinal
d). Hepatitis
e). Sirosis
fl. Pankreatitis
g). Diabetes melitus
3). Riwayat k:eluarga
a). Karsinoma
b). Penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal
c). Diabetes melitus
4). Riwayat Sosial
a). Alkollolik, penggunaan tembakau
b). Kebiasaan makan, menggunakan makanan adat
c). Tipe kepribadian : ketegangan, stres
d). Pandangan terhadap tugas kehidupan
5). Riwayat Pengobatan
a). Antasida
b). Laksatif, katartif
c). Antikolinergik
d). Steroid
e). Antidiare
f). Antiemetik
g). Tranquilizer
h). Sedatif
i). Antihipertensif
j). Barbiturat
k). Antibiotik
1).Asarn asetil salisilat .
m). Antagonis reseptor hidrogen
b. Observasi
Hal-hal yang perlu diobservasi meliputi :
1). Nyeri midsternal atau substernal, dapat menyebar ke pungung, leher, dan lengan
2). Ketidaknyamanan setelah makan
3). Sakit tenggorok
4). Regurgitasi
5). Penurunan berat badan
6). Disfagia
7). Hematemesis
8). Mual
c. Pemeriksaan fisik
1). Infeksi : didapatkan kesadaran composmentis
2). Palpasi : adanya nyeri tekan epigastrik
3). Perkusi : perut kembung
4). Auskultasi : bising usus tidak normal
a). Meningkat : j ika terdapat diare karena adanya peningkatan peristaltik usus
b). Menurun : j ika. terdapat konstipasi
d. Pemeriksaan penunjang Selamihardja, 1997)
Untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori
1). Pemeriksaan non invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan serologi. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi H. pylori.
2). Pemeriksaan invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Hasil positif ditunjukkan dalam warna merah yang menandakan adanya infeksi H. pylori.
3). Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Cairan tersebut diperiksa di laboratorium, jika mengandung kuman H..pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
4). Entero test Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tapi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon akan menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian tali nilon ditarik secara perlahan ke luar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali ditest di laboratorium, jika ditemukan adanya kuman H. pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
2. Pathway Keperawatan (Hadi, 1995)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Tucker,dkk,1998) antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastrik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan.
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang berlebih : diare.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. Kurang pen;getahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
f. Risiko infe;ksi pada rektum berhubungan dengan diare yang berkepanjangan.
4. Fokus Intervensi
Penyusunan fokus intervensi mengacu pada beberapa sumber yaitu Tucker, dkk (1998), Doenges (2000), danNANDA (2001).
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastrik
1). Tujuan : setelah tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang 19
2). Kriteria hasil :
a). Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
b). Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi
c). Raut,wajah rileks
d). Skala nyeri berkurang
3). Intervensi :
a). Kaji skala, letak, tipe, frekuensi, dan durasi nyeri
Rasional : nyeri hebat mendadak dapat menandakan perforasi lambung
b). Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi konstraksi otot
c). Berikan aktivitas yang menghibur
Rasional : untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri
d). Berikan posisi yang nyaman
Rasional : nyeri akan bertambah bila posisi tidak nyaman
e). Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : mengurangi ketegangan emosi klien
f). Kolaborasi medis pemberian analgetik dan antasid
Rasional : antasid akan menetralkan pH lamburig sehingga nyeri berkurang
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan
1). Tujuan dan kriteria hasil :
a). Klien dapat mentolelir diet tanpa rasa tidak nyaman
b). Posisi makan habis
2). Intervensi :
a). Kaji status nutrisi, diet, pola makan, makanan yang dapat menc;etuskan nyeri.
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya yang optimal dan terfokus
b). Awasi pemasukan diet
Rasional : untuk mengetahui keberhasilan tindakan
c). Berilcan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : dapat meningkatkan jumlah asupan
d). Sajikan makanan dalam kondisi hangat
Rasional : mengurangi rasa sebah
e). Anjurkan makan dalam posisi tegak
Rasional : posisi tegak akan melonggarkan kerongkongan dan lambung
fl. Berikan makanan berkalori tinggi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan kalori klien yang kurang dari kebutuhan tubuh.
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang lebih : diare
1). Tujuan :
a). Fungsi usus normal, bising usus normal
b). Tidak ada mual dan muntah
c). Freku.ensi buang air besar satu sampai dua kali sehari, konsistensi feses padat
2). Intervensi :
a). Awasi karakteristik, warna, konsistensi, frekuensi, dan jumlah feses.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
b). Auskultasi bunyi usus
Rasional : untuk mengetahui jumlah bising usus per menit
c). Awasi masukan dan keluaran cairan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
d). Anjurkan masukan cairan 2500 - 3000 ml per hari
Rasional : untuk mengurangi atau mengganti cairan yang hilang
e). Hindarkan makanan yang merangsang lambung
Rasional : untuk mengurangi resiko nyeri pada lambung
f). Kolaborasi medis terapi anti diare dan ahli gizi untuk diet tinggi kalori.
Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan :
a). Klien dapat mengekspresikan pemahaman tentang hubungan penyebab antara makanan tertentu dan rasa tidak nyaman
b). Adanya pemahaman diet
2). Intervensi :
a). Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasianal : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
b). Diskusikan tentang agen penyebati dan penyakitnya
Rasional : diharapkan klien mengetahui proses penyakitnya sehingga klien dapat berpartisipasi dengan baik dalam tindakan keperawatan dan pengobatan
c). Jelaslcan tanda dan gejala perforasi
Rasional : agar klien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya dan diharapkan dapat segera memeriksa diri jika gejala timbul sehingga komplikasi lainnya dapat dicegah
d). Jelaslkan mengenai kebutuhan nutrisi dan diet
Rasional : agar klien mengerti tentang kebutuhan tubuh akan gizi dan program diet dapat berjalan dengan baik
e). Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : kedekatan klien dengan keluarga membuat klien lebih percaya
e. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
1). Tujuan :
a). Pasien dapat mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya cairan bagi tubuh.
b). Pasien mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan.
2). Intervensi :
a). Kaji pengetahuan pasien tentang kebutuhan cairan tubuh
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
b). Jelask:an mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan tubuh setiap harinya
Rasional : diharapkan pasien mengetahui kebutuhan cairannya sehingga pasien pasien dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan.
c). Jelaskan tanda dan gejala kekurangan cairan
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya.
d). Jelaskan mengenai jenis-jenis makanan yang dapat menjadi sumber cairan.
f. Risiko infeksi pada rektum berhubungan dengan adanya diare yang berkepanjangan
1). Tujuan : infeksi pada rektum tidak terjadi
2). Kriteria hasil :
a). Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b). Tidak ada peningkatan kadar leukosit dalam darah
c). Tanda-tanda vital normal
3). Intervensi :
a). Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasio:nal : untuk mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
b). Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi
c). Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah anus
Rasional : untuk menurunkan risiko infeksi
d). Jelaskan mengenai tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini tanda dan gejala infeksi clan diharapkan dapat segera melaporkan pada perawat jika terdapat tanda clan gejala infeksi
e). Pertahankan masukan kalori clan protein dalam diet
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan energi dan mempertahan¬kan ketahanan tubuh
f). Kolaborasi medis pemberian obat anti diare
Rasional : untuk menghentikan diare sehingga infeksi pada rektum dapat dicegah
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Volume 2. Jakarta :EGC
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., dan Geissler, A.C. (1999). Rencana asuhan keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan asien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Gale, D. dan Charette, J. (1999). Rencana asuhan keperawatan onkologi. Jakarta : EGC
Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius
NANDA. (2001). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan klasifikasi 2001/2002. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2002. Yogyakarta
NN. (2001). Dispepsia, g_angguan lambung_ Terdapat pada http://www.minggupagi.com.( 9 Juli 2005 )
……. (2002). Sindrom dispepsia. Terdapat pada : http://www.ipteknet.com. (9 Ju1i2005)
……..(2004). Gastroesophageal refluks disease. Terdapat pada http://www.interna.or.id. (9 Juli 2005)
…….. (2004). An kg_a kejadian dispepsia. Terdapat pada : http://www.ina-ghic.or.id. (9 Juli 2005)
Selamihardja, Nanny. (1997). Keluhan sakit perut cian penyembuhannya. Terdapat pada : http://www.indomedia.com. (9 Juli 2005)
Soeparman dan Waspadji. (1990). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Tucker, S.M., Canobbio, M.M., Paquette, E.V., dan Wells, M.F. (1998). Standar perawatan Qasien : Proses keperawatan , diagnosis, dan evaluasi. Volume 2. Alih bahasa Yasmin.Asih. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar